Kripik Mukaromah memang renyah |
Jepara - Kripik singkong buatan Siti Mukarromah (55) warga desa Gemiring Lor, kecamatan Nalumsari memang renyah. Selain renyah, irisan ketela pohonnya agak tebal tetapi rasanya empuk. Itulah ciri khas kripik yang dijualnya sejak tahun 1990an silam. Awal mula, istri dari Rukain (60) menanam ketela pohon di belakang rumahnya desa setempat RT.01 RW.07 namun hasil panenannya kurang laku dijual.
Sejak itu ibu dengan 5 anak ini memulai memproduksi kripik yang dibungkusi kecil-kecil. Waktu itu seharga Rp.50. Untuk bungkusan yang agak besar seharga Rp.500. Melalui cara itu dagangannya mulai laris.
Saat dagangannya laris, ketela hasil panenannya tidak mencukupi untuk produksi. Akhirnya membeli juga kepada tetangga dekat. Ketela dari tetangga juga tidak mencukupi. Alhasil, sudah berjalan 5 tahunan ini dirinya disetori ketela dari desa Bategede.
Menurut Muhamad Tohir anak ketiganya 2-3 hari sekali disetori ketela. “Untuk harga ketela per-sak rata-rata Rp.40.000-45.000. Harga termahal pernah mencapai Rp.70.000,” tutur Tohir.
Dalam produksi kripik masih menurut Tohir membutuhkan minyak goreng, kayu bakar dan bumbu. “Minyak goreng menghabiskan 25-30 kg per-hari. Harganya Rp.10.000-11.000. Kayu bakar sehari 5-6 ikat. Adapun bumbunya terdiri dari bawang, ketumbar, garam dan penyedap rasa,” paparnya.
Musim apapun penghujan dan kemarau Mukarromah tetap memproduksi kripiknya. Yang membedakannya adalah saat musim kemarau produksinya mengalami pasang surut. Tidak stabil.
Berkaitan dengan harga, dulu awal mula usahanya dirintis dagangan yang disetorkan ke pasar Mayong ¼ kg dengan harga Rp.500. lambat laun permintaan semakin meningkat. Ada yang minta bungkusan 5kg.
Kini, para bakul saben hari datang ke rumahnya. Mereka membeli 5 kg-1,5 kuintal. Bakulnya berasal dari beberapa desa diantaranya Pringtulis, Sidi Gede dan Demak. Untuk harga bakul dan eceran dibedakan selisih Rp.1.000. “Pembeli rumahan per-kg Rp.12.000. Untuk bakul Rp.11.000,” imbuhnya.(Syaiful Mustaqim)
Saat dagangannya laris, ketela hasil panenannya tidak mencukupi untuk produksi. Akhirnya membeli juga kepada tetangga dekat. Ketela dari tetangga juga tidak mencukupi. Alhasil, sudah berjalan 5 tahunan ini dirinya disetori ketela dari desa Bategede.
Menurut Muhamad Tohir anak ketiganya 2-3 hari sekali disetori ketela. “Untuk harga ketela per-sak rata-rata Rp.40.000-45.000. Harga termahal pernah mencapai Rp.70.000,” tutur Tohir.
Dalam produksi kripik masih menurut Tohir membutuhkan minyak goreng, kayu bakar dan bumbu. “Minyak goreng menghabiskan 25-30 kg per-hari. Harganya Rp.10.000-11.000. Kayu bakar sehari 5-6 ikat. Adapun bumbunya terdiri dari bawang, ketumbar, garam dan penyedap rasa,” paparnya.
Musim apapun penghujan dan kemarau Mukarromah tetap memproduksi kripiknya. Yang membedakannya adalah saat musim kemarau produksinya mengalami pasang surut. Tidak stabil.
Berkaitan dengan harga, dulu awal mula usahanya dirintis dagangan yang disetorkan ke pasar Mayong ¼ kg dengan harga Rp.500. lambat laun permintaan semakin meningkat. Ada yang minta bungkusan 5kg.
Kini, para bakul saben hari datang ke rumahnya. Mereka membeli 5 kg-1,5 kuintal. Bakulnya berasal dari beberapa desa diantaranya Pringtulis, Sidi Gede dan Demak. Untuk harga bakul dan eceran dibedakan selisih Rp.1.000. “Pembeli rumahan per-kg Rp.12.000. Untuk bakul Rp.11.000,” imbuhnya.(Syaiful Mustaqim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar