Di saat bahan bakar gas langka seperti ini tidak membuat pusing ibu Kardinem warga desa Pulo Darat kecamatan Pecangaan kabupaten Jepara. Mengapa ? Dirumahnya telah dipasang instalasi bio gas yang berbahan baku kotoran Sapi. Dua bulan yang lalu dia memperoleh program pemanfaatan limbah kotoran Sapi sebagai bahan bakar gas. Instalasi itu berupa sumur dan bak sebagai pembangkit gas dan juga yang dilengkapi dengan kompor dan lampu petromak.
“ Alhamdulillah di saat bahan bakar gas langka seperti ini kompor bio gas ini mulai jalan , sehingga kami tidak lagi kesulitan untuk memasak meski tidak ada gas di rumah “ ujar Ibu Kardinem pada Warta Demak sambil menunjukkan kompor bio gasnya yang menyala hijau .
Ibu Kardinem Nyalakan Kompor Bio Gasnya |
Zaenal Fathoni suami ibu Kardinem mengemukakan , awalnya ada tamu dari kabupaten yang menawarkan program pemanfaatan limbah kotoran sapi untuk bahan bakar gas. Tawaran itu disambutnya dengan senang hati . Selama ini limbah kotoran sapi dari ternak Sapi dibelakang rumahnya hanya dimanfaatkan untuk pupuk di sawah. Selain itu dibelakang rumahnya juga ada lahan untuk pembuatan instalasi.
Pengerjaan instalasi itu diawasi oleh konsultan yang berpengalaman. Diantaranya pembuatan dua bak untuk penampungan gas dan kotoran sapi. Pembuatan saluran pemasukan kotoran dan juga sumur untuk memasukkan kotoran sapi. Selain itu juga pemasangan pipa-pipa pralon yang cukup panjang dari bak penampungan gas menuju ke kompor yang berada di rumah.
“ Kalau tidak salah pembuatan instalasi itu membutuhkan waktu hampir satu bulan. Setelah selesai baru saya isi kotoran sapi sampai penuh. Setelah hampir dua bulan menunggu barulah instalasi bio gas itu bisa menyalakan kompor di dapur ini “, kata Zaenal.
Sumur untuk tampungan kotoran sapi |
Zaenal mengatakan awalnya nyala kompor hanya beberapa saat lalu mati kemudian dinyalakan begitu seterusnya. Namun setelah satu minggu berselang nyala kompor makin lama makin normal sehingga bisa dimanfaatkan untuk memasak dan juga merebus air. Bahkan saat ini istrinya tidak menggunakan lagi gas dari tabung yang ia beli dari pengecer. Tabung itu hanya dipergunakan untuk serep bila sewaktu-waktu kompor bio gas mati.
“ Ya lumayan mas penghematannya , biasanya saya sebulan membutuhkan gas 2-3 tabung jika harga belinya Rp 15 ribu maka sebulan saya harus keluar uang Rp 30 – 45 ribu. Namun sekarang saya tidak beli gas lagi karena kompor ini sudah berfungsi dengan normal “, ujar Ibu Kardinem.
Ditambahkan oleh Ibu Kardinem , panas yang dihasilkan dari kompor bio gas ini juga normal seperti panas yang dihasilkan oleh gas dari tabung. Oleh karena itu sekarang dalam hal memasak ia mempergunakan kompor bio gas ini untuk segala keperluan . Selain mudah cara pemakaiannya juga lebih aman karena semburan gas tidak begitu besar seperti kompor gas dari tabung.
Kotoran sapi bahan bakar utama kompor |
Adapun perawatannya agar gas yang keluar bisa terus besar adalah pengisian kotoran sapi secara rutin yang juga pengecekan slang-slang dari kebocoran. Selama pengisian kotoran sapi diisi dengan rutin aka nyala kompor akan stabil. Bahkan jika instalasinya sudah siap lampu petromak yang disediakan akan bisa nyala seperti lampu petromak berbahan bakar minyak tanah.
“ Untuk lampu petromak ini masih ada satu pipa lagi yang kurang , sehingga gas yang dihasilkan belum bisa dimanfaatkan untuk lampu. Namun di tempat lain sudah ada yang berhasil menyalakan lampu petromak seperti ini “, tambah Zaenal.
Dengan berfungsinya instalasi bio gas dari program pemerintah itu Zaenal mengucapkan terima kasih karena bisa dimanfaatkan dengan baik dan juga bisa menghemat pengeluaran keluarga dalam hal pembelian gas. Selain itu limbah kotoran sapi dari usaha peternakan dibelakang rumahnya bernilai ganda selain untuk pupuk juga bisa menghasilkan gas. * (Muin)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar