Selasa, 18 Maret 2014

Perempuan & Pelacuran Jadi Pusat Kegiatan Politik dan Seni




bukPEREMP

Sebelum agama Islam diturunkan, di dunia terdapat dua peradaban besar, Yunani dan Romawi. Pada saat itu juga terdapat dua agama besar, Yahudi dan Nasrani. Kedua agama tersebut merupakan agama langit, tetapi keberadaan perempuan tidak ada yang peduli, bahkan nasibnya sangat menyedihkan.

Di kalangan elit politik, kaum perempuan disekap di dalam istana, digunakan untuk pemuas kebejatan moral penguasanya. Sedangkan di lapisan bawah, perempuan diperjualbelikan di pasar. Perempuan yang sudah berumah tangga sepenuhnya menjadi milik suami, yang mutlak harus tunduk dan patuh di bawah kekuasaan suami. Hubungan seksual bebas, tidak dipandang melanggar kesusilaan. Tempat-tempat pelacuran menjadi pusat kegiatan politik dan seni.

Dalam peradaban Romawi, kaum perempuan sepenuh-nya berada di bawah kekuasaan ayahnya. Setelah kawin kekuasaan ayah berpindah ke tangan suami. Kekuasaan itu mencakup kewenangan menjual, mengusir, menganiaya dan membunuhnya. Segala hasil usaha perempuan, menjadi hak keluarga laki-laki.

Demikian pula dalam peradaban Hindu dan Cina. Hak hidup seorang perempuan bersuami harus berakhir pada saat kematian suaminya. Istri harus dibakar hidup-hidup pada saat mayat suaminya diperabukan. Perempuan sering dijadikan sesajen bagi dewa-dewa mereka.

Menurut ajaran Yahudi, perempuan sama dengan pelayan. Perempuan dipandang sebagai sumber laknat, sebab perempuan-lah yang menyebabkan Adam diusir dari surga. Sedangkan menurut ajaran Nasrani masa itu, perempuan dipandang sebagai senjata iblis dalam upaya menyesatkan manusia dan menjerumuskan ke dalam dosa. Hasil konsili itu menetapkan, bahwa perempuan adalah manusia yang diciptakan semata-mata untuk melayani kebutuhan kaum lelaki. Perundang-undangan Ingris mengakui hak suami untuk menjual istrinya.

Perbudakan dan perlakuan biadab terhadap kaum perempuan itu tidak hanya di Eropa, Afrika dan Amerika, tetapi juga di Timur Tengah. Wanita, menjadi ‘barang’ yang dijual-belikan secara bebas. Para penguasa memperlakukan wanita secara semena-mena. Mereka memiliki istri atau selir puluhan, bahkan ratusan orang. Yang kadang-kadang juga dihadiah-hadiahkan, seperti layaknya benda mati saja. Selengkapnya Anda dapat membaca buku Perempuan & Politik dalam Islam dengan memesan pada bagian Iklan  demakpos.com  (mac)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar