Di era teknologi canggih, informasi berbagai pelosok dunia bisa ditangkap dalam waktu hanya sekejap. Dunia yang demikian luas seakan-akan berubah menjadi hanya sebuah kampung besar. Konflik-konflik menarik yang terjadi antara kubu Partai Demokrat dan Partai Republik di negeri paman sam Amerika Serikat dengan cepat bisa menyebar ke seluruh penjuru dunia. Unjuk rasa anti Presiden Amerika Serikat George Bush di Australia, saat menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi OPEC di Negara kanguru tersebut, juga bisa dengan sekejap menyebar ke seluruh pelosok dunia.
Demikian pula kejadian-kejadian di Indonesia, dengan cepat pula bisa tersebar di belahan penjuru dunia. Hal itu tidak terlepas dari peran dan perkembangan teknologi informasi yang semakin canggih seperti sekarang ini.
Akibat perkembangan teknologi informasi yang semakin canggih, berbagai peristiwa yang terjadi di seantero dunia, gampang diketahui oleh publik. Apakah peristiwa tersebut bersifat positif atau negatif, hampir seluruhnya tidak ada yang bisa ditutup-tutupi.
Jika peristiwa yang terjadi dan lantas tersebar luas di kalangan publik tersebut adalah peristiwa bernada positif, tentu akan menyenangkan bagi yang bersangkutan. Namun sebaliknya, apabila peristiwa atau kejadian tersebut berkonotasi negatif, tentu saja amat menjengkelkan pihak yang terkait. Pihak yang merasa dirugikan akibat peristiwa yang diketahui publik tersebut, akan marah, jengkel atau sedih berkepanjangan.
Jika wartawan yang meliput peristiwa tersebut adalah wartawan profesional, atau wartawan dalam arti yang benar, maka dia akan berusaha melakukan liputan secara lugas, detail tapi seimbang. Wartawan profesional akan menyajikan berita yang komplit, variatif, dengan didukung data-data yang benar dan akurat.
Jika memang ada pihak-pihak tertentu yang terlibat kasus negatif dan berefek tidak menyenangkan bagi yang bersangkutan, wartawan profesional akan menyajikannya jika memang semua info yang diterima berdasarkan fakta dan data yang akurat. Jadi tulisan wartawan profesional, sama sekali jauh dari gosip, melainkan didasari adanya data dan fakta yang bisa dipertanggung-jawabkan.
Sebaliknya jika yang bersinggungan dengan kasus negatif tersebut adalah wartawan gadungan atau wartawan nakal, maka beritanya bisa dieksploitasi sedemikian rupa. Di tangan wartawan nakal, pemberitaan bisa diubah menjadi sangat bombastis dan terlalu banyak bumbu.
Para wartawan gadungan memiliki target tertentu, yakni memojokkan sedemikian rupa nara sumber yang sedang bermasalah. Harapan para wartawan gadungan atau wartawan nakal, setelah narasumber terpojok, maka akan mudah dilakukan negoisasi, dan ujung-ujungnya adalah keluar duit dalam jumlah yang tidak sedikit.
Dalam bukunya “Jurus Ampuh Mengatasi Oknum Wartawan Nakal”, Drs H Muhammad Zen juga melampirkan Undang-Undang Tentang Pers dan Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI), yang menyebut antara lain bahwa “Wartawan Indonesia tidak menerima suap dan tidak menyalahgunakan profesi”. Selengkapnya silahkan pesan buku di bagian IKLAN demakpos.com . (mac)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar