Sumaliyadi |
DEMAK- Datang jauh dari kampung halaman hanya
untuk beriktikaf di Masjid Agung Demak, mereka ingin berkomunikasi dengan
Allah, dengan cara menginap di Masjid, makan dan minum untuk berbuka dan saur
menerima dari hasil sedekah.
Iktikaf atau terapi rohani, bukan sebuah kegiatan yang mudah, dengan berdiam diri di Masjid, membaca Al Quran dan zikir di rumah Allah, dan meninggalkan kesibukan duniawi demi belas kasihNYA atas cita-cita yang diinginkan.
Seperti Sumaliyadi (80) warga Desa Kedungmalang Kecamatan Kedung, jauh-jauh datang dari Jepara menginap selama sebulan di Masjid Agung Demak untuk beriktikaf. Seperti kebiasaan tahun sebelumnya, dia sudah beriktikaf sebanyak 17 kali Ramadan di Masjid Agung Demak, selalu merindukan suasana Ramadan di Masjid.
Bapak empat anak ini memilih berdiam diri di masjid selama sebulan penuh daripada menemani anak cucu, kendati tanpa perbekalan atau uang, kakek dengan 15 cucu ini mengaku tak risau. “Selalu saja ada orang baik di masjid yang memberi, seperti kemarin saya dikasih tas, sarung, peci, alas tidur sampai makan untuk buka dan saur,” katanya.
Sementara, pegawai Masjid Agung Demak, Rohmat, menjelaskan, sudah menjadi tradisi pengurus masjid, saat berbuka puasa selalu membagi takjil, begitu pula dengan sahur. “Tidak sedikit warga yang berdatangan untuk beriktikaf pada bulan Ramadan di Masjid, mereka ada yang berasal dari Bandung, Jakarta, Semarang, Kendal bahkan dari luar provinsi,” jelasnya, kemarin.
Pada sepertiga malam terakhir, setelah Masjid Agung Demak ditutup pada pukul 20.00, kembali dibuka pada 00.00. Hal ini sengaja dilakukan, agar jamaah bisa melakukan ibadah malam.
Iktikaf, menurutnya, bisa melatih kesabaran. Bila mengalami jalan buntu dalam menyelesaikan masalah dan meminta datangnya pertolongan Allah, maka iktikaf bisa menjadi solusinya. Hati merasa sejuk dan tentram. Ibadah juga langgeng.
Terpisah, seorang warga Kelurahan Bitungjaya Kecamatan Cikupa, Tangerang juga melakukan iktikaf. Heru Sudianto (28), pria lajang ini mengaku sudah kali kedua melakukan iktikaf di Masjid Agung Demak. Dia mengaku cocok dengan suasana di Masjid buatan walisongo ini. “Saya merasa cocok saja dengan Masjid Agung Demak ini, hati rasanya nyambung,” kesan pria ini.
Dirinya yang pernah mengeyam pendidikan di Pondok Pesantren Bojonggede, Bogor . Mulai terasa cocok, diakuinya banyak kejadia aneh yang menambah rasa imannya, seperti ada seekor burung datang menghampiri ketika usai melakukan salat dhuha. Burung tersebut diam ketika dipegang.
Selain itu, dia pernah bermimpi bertemu seorang gadis keturunan Tionghoa yang terseyum, ternyata mimpi itu juga dialami orang-orang yang beriktikaf di masjid, yang bermakna sebagai penyambutan. (harsem/swi/hst)
Sumber : Harian Semarang
Haji yaman Bersama KBIH " Jabal Nur " Bandengan Jepara
Iktikaf atau terapi rohani, bukan sebuah kegiatan yang mudah, dengan berdiam diri di Masjid, membaca Al Quran dan zikir di rumah Allah, dan meninggalkan kesibukan duniawi demi belas kasihNYA atas cita-cita yang diinginkan.
Seperti Sumaliyadi (80) warga Desa Kedungmalang Kecamatan Kedung, jauh-jauh datang dari Jepara menginap selama sebulan di Masjid Agung Demak untuk beriktikaf. Seperti kebiasaan tahun sebelumnya, dia sudah beriktikaf sebanyak 17 kali Ramadan di Masjid Agung Demak, selalu merindukan suasana Ramadan di Masjid.
Bapak empat anak ini memilih berdiam diri di masjid selama sebulan penuh daripada menemani anak cucu, kendati tanpa perbekalan atau uang, kakek dengan 15 cucu ini mengaku tak risau. “Selalu saja ada orang baik di masjid yang memberi, seperti kemarin saya dikasih tas, sarung, peci, alas tidur sampai makan untuk buka dan saur,” katanya.
Sementara, pegawai Masjid Agung Demak, Rohmat, menjelaskan, sudah menjadi tradisi pengurus masjid, saat berbuka puasa selalu membagi takjil, begitu pula dengan sahur. “Tidak sedikit warga yang berdatangan untuk beriktikaf pada bulan Ramadan di Masjid, mereka ada yang berasal dari Bandung, Jakarta, Semarang, Kendal bahkan dari luar provinsi,” jelasnya, kemarin.
Pada sepertiga malam terakhir, setelah Masjid Agung Demak ditutup pada pukul 20.00, kembali dibuka pada 00.00. Hal ini sengaja dilakukan, agar jamaah bisa melakukan ibadah malam.
Iktikaf, menurutnya, bisa melatih kesabaran. Bila mengalami jalan buntu dalam menyelesaikan masalah dan meminta datangnya pertolongan Allah, maka iktikaf bisa menjadi solusinya. Hati merasa sejuk dan tentram. Ibadah juga langgeng.
Terpisah, seorang warga Kelurahan Bitungjaya Kecamatan Cikupa, Tangerang juga melakukan iktikaf. Heru Sudianto (28), pria lajang ini mengaku sudah kali kedua melakukan iktikaf di Masjid Agung Demak. Dia mengaku cocok dengan suasana di Masjid buatan walisongo ini. “Saya merasa cocok saja dengan Masjid Agung Demak ini, hati rasanya nyambung,” kesan pria ini.
Dirinya yang pernah mengeyam pendidikan di Pondok Pesantren Bojonggede, Bogor . Mulai terasa cocok, diakuinya banyak kejadia aneh yang menambah rasa imannya, seperti ada seekor burung datang menghampiri ketika usai melakukan salat dhuha. Burung tersebut diam ketika dipegang.
Selain itu, dia pernah bermimpi bertemu seorang gadis keturunan Tionghoa yang terseyum, ternyata mimpi itu juga dialami orang-orang yang beriktikaf di masjid, yang bermakna sebagai penyambutan. (harsem/swi/hst)
Sumber : Harian Semarang
Haji yaman Bersama KBIH " Jabal Nur " Bandengan Jepara
Nama Kelompok : “ Jabal Nur “
Alamat : Ds. Bandengan Kec. Kota Jepara
Pengasuh : Ustad H. Abdullah Uzair
Telp : 081 393 577 202
Tidak ada komentar:
Posting Komentar