lahan pertanian desa Gerdu |
Jepara – FORMASS : Datangnya musim penghujan disambut gembira petani
di desa Gerdu dan sekitarnya. Sawah yang dahulunya kering kini mulai berair
sehingga petani mulai menyemaikan bibit padi. Ada dua cara tanam padi di desa
gerdu sistem sawur tinggal dan sistem menebar benih di tempat khusus.
Untuk sistem sawur tinggal ada dua cara yang di
kenal .Para petani langsung menyemaikan
ke sawah secara langsung. Satunya menggunakan alat tongkat yang lazim disebut
lencok. Sedangkan yang terbanyak adalah menggunakan sistem semai benih kemudian
dicabut dan ditanam kembali oleh tenaga tandur.
“ Ya tergantung tanah Mas, yang tanah kering sedikit
pengairannya biasanya memakai sistem sawur tinggal . Namun yang pengairannya
teratur biasanya menggunakan sistem tandur biasa seperti saya ini “, kata Harun
(35) petani asal desa Gerdu pada FORMASS
Jum’at (13/12).
Harun mengatakan , kebanyakan petani di desa Gerdu
menggunakan sistem semai bibit di lahan tersendiri. Setelah cukup umum benih
padi tersebut di cabut oleh tenaga daud. Oleh pendaud benih padi tersebut
diikat agar mudah dibawa ke lahan sawah. Setelah benih padi siap maka pemilik
lahan memanggil tukang tanam padi.
“ Biasanya untuk menanam padi disini dengan sistem
borongan. Satu kotak ongkosnya Rp 150 ribu . Seperti saya ini menggarap 6 kotak
harus mengeluarkan paling sedikit Rp 1 juta rupiah untuk tenaga tanamnya.”, tambah
Harun.
Tenaga tanam padi di daerahnya biasanya impor dari
daerah Demak. Mereka datang berombongan dengan menggunakan mobil truk. Satu
rombongan biasanya minimal 10 – 20 orang. Satu rombongan ada coordinator yang
mengatur dan mencari order. Setelah selesai menanam padi sawah satu akan
berpindah sawah yang lainnya.
“ Ya habis gimana lagi disini sudah tidak ada tenaga
tandur lagi. Mereka kerja di sector lain . Jadi jika musim tanam padi kita
harus impor tenaga dari daerah Demak “, kata Harun. ( Muin )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar