By : Fauzy Chuzny., KJRI Jeddah
“Sungguh tidak ada niat saya sedikitpun untuk melakukan yang aneh-aneh di Tanah Suci, Pak. Saya juga tidak menyangka kalau jadinya begini,” tutur Nanang Suwandi Umar dengan suara lirih kepada Rofik Raqib, staf Konsuler KJRI Jeddah, yang ditugaskan untuk membebaskannya dari sel tahanan Bandara Internasional King Abdulaziz Jeddah.
Senin tanggal 14 April 2014 itu benar-benar menjadi pengalaman paling getir dalam hidupnya. Bagaimana tidak. Maksud hati ingin melaksanakan ibadah umrah ke Tanah Suci Makkah dan Madinah. Namun, seperti bunyi pepatah “malang tak dapat ditolak mujur tak dapat diraih.
” Barang titipan tetangganya di kampung itu justru mencelakakan pria kelahiran Sukabumi 1970 ini. Ia ditahan pihak kepolisian Bandara karena kedapatan membawa buku sejenis primbon, semacam kumpulan lembaran yang berisi rumus ilmu gaib dan ramalan-ramalan, dan selembar kulit binatang berukuran 20 sentimeter yang bertuliskan huruf-huruf Arab.
Saat melewati mesin sensor xray bagasi di terminal kedatangan Bandara, petugas menemukan barang-barang mencurigakan yang tersimpan dalam kopernya. Petugas lantas meminta dia untuk membuka kopernya. Di situ ditemukan dua jenis barang yang oleh petugas dicurigai sebagai benda-benda sihir. Benda yang dapat menggiring seorang ke ujung maut bila ia terbukti bersalah menurut sistem hukum yang berlaku di Arab Saudi.
Ketika diminta menjelaskan benda tersebut, Nanang hanya terdiam dengan wajah pucat. Selain karena kurang paham bahasa Arab, ia terserang rasa gugup campur panik yang luar biasa. Karena tidak bisa menjelaskan mengenai barang bawaannya itu, Nanang akhirnya digelandang oleh pihak kepolisian Bandara dan diamankan di sebuah ruang tahanan yang sempit berukuran sekitar 2 x 3 meter bersama sekitar 10 orang tahanan yang mungkin senasib dengannya.
Nanang hanya bisa menangis, menyesali nasib sial yang menimpanya. Ia merasa terpukul, kecewa, gundah luar biasa. Kegetiran begitu berkecamuk dalam dirinya. Impiannya melakukan perjalanan suci ke Tanah Dambaan Umat Muslim seluruh dunia, yang telah sekian lama ia rintis dan niatkan, musnah sudah. Ia hanya bisa menyesali betapa bodohnya dirinya karena begitu saja mau mengiyakan titipan barang-barang yang tidak ia sangka akan menjerumuskan dirinya dan menghancurkan mimpinya itu.
Seminggu sudah ia meringkuk di sel tahanan yang pengap nan sesak itu, dengan satu-satu pakaian yang melekat di badan, yaitu seragam batik rombongan umrah yang didominasi warna hijau, berkofiah hitam, dengan tas kecil warna hijau yang melingkar di badan. Selama 7 hari itu ia bersama tanahan lainnya hanya bisa tidur duduk sambil memeluk lutut di ruang yang begitu sempit itu.
“Saya dibentak-bentak saat diinterogasi, Pak. Saya hanya bisa menangis, nggak tahu harus minta tolong sama siapa,” keluhnya sembil sesenggukan dengan matanya yang sembab dan bengkak.
“Ketua rombongan bapak kemana?” Tanya Rofik yang ditugaskan untuk membebaskan Nanang.
“Menghilang, Pak. Mereka cepet-cepet keluar termasuk ketua rombongan setelah tahu saya dibawa polisi,” jawab Nanang.
“Loh, kenapa?!” Tanya Rofik lagi penuh selidik. “Di sini kan juga ada perwakilannya. Ke mana mereka semua?”
“Pas tahu saya dibawa polisi, mereka lari menghindar. Mungkin takut dituduh terlibat, Pak.” Terang Nanang dengan wajah lesu.
Nanang Suwandi Umar diberangkatkan oleh penyelenggara paket umrah ASBIHU NU yang berkantor di Jakarta Timur, namun belum jelas berijin resmi atau tidak. Yang jelas travel ini masih menumpang proses ke sebuah travel bernama PT. LINTAS ISKANDARIA.
Sumber Tulisan : Disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar