Minggu, 13 April 2014

Manaqib Kanjeng Sultan Raden Abdul Fattah

Raden Fattah lahir tahun 1448 Masih/1370 Saka, putra bangsawan Prabu Brawijaya V (Raden Kertabumi) Raja Majapahit ke-11. Ibunya bernama Putri Liang atau Campa. Nama kecil Raden Fattah adalah Pangeran Jimbun, yang oleh Adipati Arya Damar di Palembang, diberinama baru Raden Hasan.

Pada usia 14 tahun, berkelana merantau ke Pulau Jawa. Raden Hasan bertemu dan berguru dengan Kanjeng Sunan Ampel di Surabaya, kemudian diberi nama Raden Fattah. Atas petunjuk dan bimbingan para wali, Raden Fattah bersama pada santerinya mendirikan sebuah masjid di pesisir Laut Jawa, yang kemudian sekaligus dijadikan sebagai pesantren Glagah Wangi.

Inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya Masjid Agung Demak dengan condro sengkolo Nogo Mulat Saliro Wani, yaitu prasasti yang menunjukkan angka tahun 1466 Saka. Pada saat itu pula Raden Fattah ditunjuk sebagai mubalig, menggantikan Syeh Maulana Jumadil Qubro yang wafat dan dimakamkan di Trowulan Mojokerto Jawa Timur.

Pada tahun 1475 M, Prabu Brawijaya V memberikan anugrah jabatan kepada Raden Fattah sebagai Adipati dengan gelar Adipati Notoprojo yang berkedudukan di Glagah Wangi Bintoro. Berdasarkan condro sengkolo Kori Trus Gunaning Janmi (tahun 1477 M) Raden Fattah sebagai Adipati Notoprojo di Glagah Wangi menyempurnakan bangunan masjid sebagai masjid Kadipaten.

Diangkat Jadi Sultan

Oleh para wali, Raden Fattah selaku Adipati Notoprojo Glagah Wangi dinilai berhasil membangun pemerintahan dan panutan. Selain cepat menguasai berbagai disiplin ilmu yang diajarkan para wali, Raden Fattah dinilai sebagai seorang satria yang tampan, cerdas, santun, bersahaja, dan halus budi pekertinya sehingga mereka (wali songo) secara bulat mengambil fatwa dan mengangkatnya menduduki ‘tahta

 Kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa yang berkedudukan di Kasultanan Bintoro Demak pada tahun 1478 M dengan gelar atau sebutan “Sultan Raden Abdul Fattah Al-Akbar Sayyidin Panotogomo”. Tahta kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa ini berjalan tertib, aman dan lancar, serta tidak memunculkan gejolak dan gejolak dari Kerajaan Majapahit.

Setahun menduduki jabatan sultan di Kasultanan Demak Bintoro, Raden Fattah pun 1470 M meresmikan purna pugar Masjid Agung dari statusnya sebagai masjid kadipaten menjadi masjid kasultanan, dengan ditandai sengkolo memet “Saliro Sunyi Kiblating Gustri” yang bermakna tahun 1401 Saka atau 1479 M.

Sultan Raden Abdul Fattah Al-Akbar Sayyidin Panotogomo adalah seorang amirul mukminin yang alim, adil dan bijaksana. Beliau memegang tampuk pemerintahan selama 40 tahun (1478-1518 M). Setelah beliau wafat, Kasultanan Demak Bintoro dijabat oleh putra keduanya Raden Pati Unus selama 3 (tiga) tahun, dan oleh adik Pati Unus (putra keempat Raden Fattah) yaitu Raden Trenggono selama 25 tahun (1512-1546).

Kemudian setelah itu selama 14 tahun Kasultanan Demak Bintoro mengalami kekosongan kepemimpinan, akibat terjadinya konflik keluarga. Akhirnya muncul Raden Hadiwijaya yang memegang tampuk pemerintahan mulai 1560 – 1582 dan Kasultanan Demak Bintoro dipindah ke Pajang wilayah Surakarta.

Keturunan Raden Abdul Fatah, adalah: 1) Ratu Mas Panembahan Banten (istri Sunan Gunung Jati, raden Syarif Hidayatullah), 2) Raden Pati Unus, 3) Raden Pangeran Sedo Lepen (Pangeran Suromiyoto), 4) Raden Trenggono, 5) Raden Kanduhuruan, dan 6) Raden Pamekas. (machmud).



Tidak ada komentar:

Posting Komentar