Oleh Fathur Rokhman
MELALUI Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) 2014, Universitas Negeri Semarang (Unnes) telah menerima 3.372 calon mahasiswa baru. Dari jumlah itu, 1.399 di antaranya calon penerima beasiswa Bidikmisi. Kehadiran mereka di Unnes kian mengukuhkan harapan akan hadirnya kebangkitan kaum duafa.
Istilah kebangkitan kaum duafa disampaikan Mendikbud M Nuh saat menyampaikan orasi ilmiah pada acara Dies Natalis Ke-49 Unnes lalu. Ia merujuk pada sebuah fenomena sosial ketika anak-anak dari keluarga miskin bangkit menjadi kekuatan baru. Mereka akan tampil sebagai eksekutif, intelektual, pengusaha, bahkan pemimpin republik ini.
Beasiswa Bidikmisi sekaligus telah mematahkan asumsi bahwa perguruan tinggi hanya dapat diakses anak-anak dari keluarga berada. Sebaliknya, melalui peraturan yang diterbitkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, mahasiswa dari keluarga miskin harus mendapat tempat minimal 20% jumlah kursi di perguruan tinggi. Beasiswa ini diharapkan menjadi pisau yang dapat memutus garis kemiskinan.
Jika dikawal dengan pengawasan yang memadai, Bidikmisi tidak hanya memberikan harapan bagi individu-individu penerima untuk melakukan mobilitas sosial dan ekonomi. Bagi bangsa Indonesia, beasiswa ini akan menciptakan kebangkitan kaum duafa. Anak-anak dari keluarga miskin akan segera tampil menjadi kaum terpelajar baru.
Jika proses ini berjalan baik, kebangkitan kaum duafa adalah berkah bagi bangsa Indonesia..
- - Fathur RokhmanRatusan ribu anak-anak muda dari keluarga miskin yang dulu tak punya harapan untuk menikmati pendidikan tinggi, berkat Bidikmisi bisa memperoleh kesempatan ini. Dengan modal pendidikan, mereka akan segera tampil menjadi pengusaha, eksekutif, bahkan pemimpin puncak republik ini.
- - Fathur RokhmanRatusan ribu anak-anak muda dari keluarga miskin yang dulu tak punya harapan untuk menikmati pendidikan tinggi, berkat Bidikmisi bisa memperoleh kesempatan ini. Dengan modal pendidikan, mereka akan segera tampil menjadi pengusaha, eksekutif, bahkan pemimpin puncak republik ini.
Harapan ini sangat realistis, sebab Bidikmisi bukan sekadar bantuan biaya pendidikan. Perguruan tinggi pengelola Bidikmisi telah menyiapkan serangkaian program untuk mengembangkan bakat mahasiswa. Di Unnes, misalnya, semua penerima Bidikmisi diasramakan. Mereka mengikuti pelatihan kepemimpinan, berbahasa Inggris, kewirausahaan, dan terlibat dalam berbagai program pengabdian kepada masyarakat.
Kebangkitan kaum duafa relevan dengan kondisi sosial masyarakat kita saat ini. Sebab, dalam tradisi masyarakat Indonesia, pendidikan adalah alat mobilitas sosial yang paling efektif. Ini bahkan tidak hanya terjadi saat ini. Pada masa lampau, pada masa feodalisme dan kolonialisme, penguasaan ilmu pengetahuan membuat seseorang menjadi digdaya dan linuwih. Orang-orang dengan ke-linuwih-an ini, secara otomatis, mengemban tugas sosial lebih besar, sebagai pemikir dan pemimpin.
Untuk memastikan proses ini berjalan sesuai dengan harapan, sejumlah hal perlu dilakukan. Pertama,penyaluran Bidikmisi harus berjalan secara adil sehingga diterima oleh yang berhak. Perguruan tinggi telah membuat mekanisme yang ketat untuk memastikan Bidikmisi disalurkan dengan benar. Selain melalui dokumen pendukung, setiap pemohon Bidikmisi juga disurvei dan diperiksa kemampuan ekonominya.
Kedua, program pengembangan bakat perlu terus diperkuat sehingga potensi akademik dan nonakademik penerima Bidikmisi terasah. Para penerima Bidikmisi adalah siswa berkualifikasi unggul di berbagai bidang. Ini dibuktikan dengan prestasi akademik yang selama ini mereka raih. Ribuan di antara mereka memperoleh indeks prestasi kumulatif (IPK) nyaris sempurna, 4,0. Ribuan lainnya telah menyumbangkan gagasan melalui program kreativitas mahasiswa dan program penelitian lain.
Ketiga, selain belajar di kampus, mahasiswa Bidikmisi harus mulai dihadapkan pada persoalan sosial masyarakat dan bangsanya. Ini diperlukan supaya mereka, pada saatnya, siap menerima amanah menjadi pemimpin.
Jika proses ini berjalan baik, kebangkitan kaum duafa adalah berkah bagi bangsa Indonesia. Sebab, jika mereka menjadi pemimpin, diharapkan mereka akan menjadi pemimpin yang peka terhadap permasalahan kemiskinan dan ketidakadilan –sesuatu yang pernah mereka alami. Lantaran mereka pernah bergelut dengan kemiskinan, mereka berupaya sekuat tenaga untuk memerangi kemiskinan di negerinya.
Mari turut berpartisipasi mengawal kebangkitan kaum duafa. Mereka adalah kado istimewa bagi republik ini, bagi bangsa ini, bagi kita semua.
Sumber : UNNES
Tidak ada komentar:
Posting Komentar