Senin, 07 Juli 2014

MENGENAL LAHAN GARAM SEMI INTENSIF

 

Indonesia  memiliki wilayah dua pertiga terdiri dari lautan dengan garis pantai kurang lebih 81.000 km , dari luasan wilayah laut tersebut belum begitu banyak potensi yang ada untuk dikelola oleh masyarakat pesisir maupun pemerintah untuk kesejahteraan rakyat Indonesia. Padahal perairan laut yang ada sangat potensial sekali untuk dikelola menjadi garam, dari beberapa daerah minapolitan yang potensial untuk lahan garam mencapai 43.052,10 ha dan baru sekitar 25,702,06 ha  yang digarap oleh masyarakat tetapi hasil produksi yang sementara ini didapat belum mampu mencukupi kebutuhan dalam negeri sehingga pemerintah membuka pasar import garam dari beberapa negara penghasil garam seperti China, India maupun Amerika dan hal ini merupakan tantangan di masa yang akan datang
Dengan luasan lahan produksi  seperti tersebut diatas, produksi garam rakyat pada tahun 2009 mencapai 1.265.600 ton sedangkan kebutuhan garam nasional sampai 2.865.600 ton, hal ini karena tingkat produksi garam rakyat hanya berkisar antara 60 – 80 ton perhektar per musim. Mengingat hasil produksi yang masih rendah maka untuk mencukupi kebutuhan garam nasional pembudidaya garam rakyat diharapkan mau merobah lahan garamnya dari tradisional menjadi semi intensif agar didapat peningkatan produksi garam.
Konstruksi Lahan Garam Semi Intensif
Lahan garam semi intensif adalah perubahan tata letak petakan lahan garam tradisional , dimana petakan garam semi intensif terdiri dari ;
  • Kolam penampung air muda 
  • Kolam peminihan I
  • Kolam peminihan II
  • Kolam Peminihan III 
  • Kolam ulir
  • Kolam Penampung Air Tua, dan 
  • Meja kristalisasi.
Dalam proses kristalisasi dari air laut terbagi beberapa tahapan , yaitu lewat beberapa pindahan air laut melalui kolam – kolam yang ada pada lahan garam tersebut. Adapun proses tersebut adalah sebagai berikut : 
1. Kolam penampung air muda ( Buffer ):
Kolam penampung air muda berfungsi sebagai penampung air laut ( air laut di sebut air muda ), yang dialirkan melalui  saluran yang ada disekitar lahan garam, dimana dalam pengisian air laut ke kolam penampung bisa menggunakan saat pasang atau dengan pompa air , tergantung dari jarak lahan yang ada dengan garis pantai. Air laut tersebut diupayakan tertampung sebanyak – banyaknya tergantung dari luasan lahan yang ada. Sesudah air laut tertampung pada kolam penampung air muda , maka air laut tersebut dibiarkan dalam kurun waktu kurang lebih 7 sampai 10 hari, dalam kurun waktu tersebut maka akan terjadi proses pengendapan kotoran yang terlarut dengan air laut dan proses penguapan , sehingga akan terjadi peningkatan kepekatan air laut  dari  3° Be menjadi  7° Be sampai  dengan  10° Be , hal ini terjadi karena adanya panas matahari , sapuan dari tiupan angin dan pengaruh panas bumi. 
2. Kolam Peminihan I.
Dalam Kolam peminihan I,  air muda yang tertampung pada kolam penampung air muda  yang mempunyai kepekatan 7° sampai  dengan  10° Be ( disebut larutan air garam ) , dialirkan kekolam peminihan I dengan menggunakan kincir angin dan larutan air garam yang tertampung pada kolam peminihan  I dijaga kedalamanya hingga 10 cm , dalam waktu dua hari karena proses penguapan maka larutan air garam  tersebut kepekatanya akan meningkat menjadi kurang lebih 10°Be sampai  dengan  12°Be
3. Kolam Peminihan II
Dalam Kolam peminihan II,  larutan air garam yang tertampung pada kolam peminihan I yang mempunyai kepekatan 10°Be  sampai  dengan  12°Be , dialirkan kekolam peminihan II dan ,  larutan air garam  yang tertampung pada kolam peminihan  II dijaga kedalamanya hingga 10 cm , dalam waktu dua hari karena proses penguapan maka larutan air garam  tersebut kepekatanya akan meningkat menjadi kurang lebih 12°Be sampai  dengan  14°Be
4. Kolam Peminihan III
Dalam Kolam peminihan III,  larutan air garam yang tertampung pada kolam peminihan II yang mempunyai kepekatan 12°Be  sampai  dengan  14°Be , dialirkan kekolam peminihan III dan larutan air garam yang tertampung pada kolam peminihan  III dijaga kedalamanya hingga 10 cm , dalam waktu dua hari karena proses penguapan maka larutan air garam tersebut kepekatanya akan meningkat menjadi kurang lebih 14°Be sampai  dengan  16°Be
5. Kolam Ulir 
Dalam Kolam Ulir, kolam ulir terisi larutan air garam yang didapat dari kolam peminihan III yang sudah mempunyai kepekatan 14°Be sampai  dengan  16°Be, dengan ketinggian larutan air garam pada kolam ulir kurang lebih 10 cm, maka dalam waktu 2 hari kepekatan larutan air garam tersebut akan cepat meningkat menjadi 20° Be, karena konstruksi kolam ulir berbeda dengan kolam peminihan , dimana kolam ulir  permukaan dasar tanahnya dibuat macak – macak atau tidak rata, dan lebar ulir dibuat 1 meter, sepanjang luasan lahan yang ada pada kolam ulir tersebut. Dengan bentuk kolam ulir seperti tersebut diatas maka air muda yang mempunyai kepekatan  14°Be sampai  dengan  16°Be diharapkan selalu bergerak sesuai arah kekuatan angin bertiup sehingga akan terjadi turbulensi, maka  dalam waktu 2 hari kepekatan larutan air garam akan cepat meningkat menjadi 20°Be sampai  dengan  22°Be ( di sebut air tua ), disamping itu karena permukaan dasar tanah yang tidak rata maka magnesium dan calcium sulfat atau impurities lainya akan lebih banyak terendap  , sehingga air tua yang didapat akan lebih baik. 
6. Kolam Penampung air tua ( bunker ) 
Dalam Kolam Penampung air tua ( bunker )  berfungsi untuk menampung air tua yang didapat dari kolam ulir , didalam kolam penampung air tua ini sebaiknya kedalaman air tua tersebut minimal 50 cm hal ini untuk mencegah agar jangan terjadi pengkristalan lindi garam terlebih dahulu dikolam penampung air tua , karena lamanya air tua tersebut berada dikolam penampung air tua maka akan terjadi peningkatan kepekatan yang sangat nyata  dimana seluruh air tua yang didapat dari kolam ulir seluruhnya ditampung pada kolam penampung air tua yang siap dialirkan pada meja kristalisasi. Untuk meningkatkan kwalitas garam yang diperoleh sebaiknya air tua yang akan dilepas mempunyai kepekatan 25°Be.
7. Meja Kristalisasi.
Bila air tua dalam kolam penampung air tua kepekatanya sudah mencapai 25°Be maka air tua tersebut siap dilepas ke meja – meja Kristalisasi , dimana air tua yang berada didalam meja kristalisasi dalam waktu 3 hari akan terjadi proses pengkristalan garam yang diperoleh dari penguapan air tua.
Manfaat dari perobahan lahan dari tradisional ke semi intensif akan didapat beberapa keuntungan :
  1. Penambahan petakan dengan sistim ulir akan mempercepat proses penuaan larutan air garam
  2. Pembuatan air tua relatif lebih cepat , yaitu dibutuhkan waktu kurang lebih 14 hari , sehingga akan mempercepat proses produksi garam
  3. Adanya kolam penampung air tua pembudidaya garam tidak akan mengalami kesulitan atau kekurangan air tua selama musim produksi garam 
  4. Perubahan petakan lahan garam dari lahan tradisional ke lahan semi intensif akan mampu meningkatkan hasil produksi garam , karena luasan perbandingan lahan dimana 35 % terdiri dari kolam penampung air muda , kolam  peminihan , kolam ulir dan kolam penampung air tua dan 65 % untuk meja kristalisasi.
  5. Hasil produksi garam pada lahan tradisional dibandingkan dengan hasil garam pada lahan semi intensif akan mengalami peningkatan 40% hingga 60 % per hektar per tahun.
DAFTAR PUSTAKA
  1. Aris Kabul, 2011. Ramsol,Dirjen KP3K Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia , Jakarta.
  2. Buku Panduan Pembuatan Garam Bermutu 2002. Badan Riset Kelautan dan Perikanan.Pusat Riset Wilayah Laut dan  Sumberdaya  Nonhayati. Proyek Riset Kelautan dan Perikanan
  3. Pemberdayaan Garam Rakyat.2003. Direktorat Jendral Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Pemasaran Departemen Kelautan dan Perikanan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar