Demak – Selain makam Sunan Kalijaga dan
juga Raden Patah yang sejak dulu dikenal sebagai obyek wisata Ziarah ,kini ada
satu makam yang juga menjadi icon wisata ziarah di Demak. Setiap hari makam ini
dikunjungi ratusan hingga ribuan peziarah. Puncak peziarah biasanya jika hari
Minggu atau libur lainnya.
Obyek wisata ziarah ini adalah Makam Mbah Mudzakir di desa
Bedono kecamatan Sayung kabupaten Demak. Makam ini menjadi terkenal setelah
desa ini tergempur oleh ombak yang meluluhlantakkan perumahan ,persawahan dan
juga pertambakan. Termasuk area pemakaman yang didalamnya di sarekan KH Muzakir
salah satu Ulama desa tersebut.
Puluhan rumah tergempur oleh ombak ,begitu juga sawah dan
area pertambakan. Namun makam Mbah Mudzakir masih terlihat dari kejauhan meski
digempur ombak dan juga air pasang. Melihat kondisi tersebut keluargapun
akhirnya “ngrumat “ makam tersebut dengan membuatkan jalan untuk menuju makam
tersebut yang jaraknya 1 km dari daratan.
“ Dulu awalnya jalan menuju makam ini hanya berupa bambu
sebanyak 4 batang yang disambung-sambung, namun setelah banyaknya yang
berziarah dan ada donator yang masuk kemudian dibangun jembatan dari kayu .
Setiap tahun terus ada perbaikan jalan dan kawasan makam “, ujar ibu ibu
penjaga Makam pada kabaredemak.
Untuk menuju Makam Syeh Mudzakir ini peziarah melewati
gerbang di desa Purwosari kecamatan Sayung. Selain Makam Mbah Mudzakir ada dua
obyek wisata lainnya yaitu Pantai Morosari dan juga Hutan Konservasi Mangrove
di dukuh Senik.
Jalan menuju makam dari desa Purwosari tidak begitu lebar
sehingga mobil besar seperti bus diharapkan berhati-hati karena kanan kiri
jalan adalah tambak dan sungai. Untuk menuju ke makam ini dari gerbang
dipinggir jalan raya Semarang- Demak sekitar 3 kilometer.
Akses jalan mendekati tempat parkir mobil masih bentuk tanah
padas . Jika musim kemarau hal ini tidak menjadi masalah ,namun jika musim hujan
peziarah harus berhati-hati karena cukup licin jalannya. Pemerintah daerah
diharapkan bisa menyelesaikan perbaikan jalan ini.
“ Kalau kemarau seperti ini sih tidak masalah mas , namun
jika musim hujan ya cukup licin karena jalan masih berupa tanah dan batu. Ini
permintaan kami para sopir agar pemerintah daerah membetonisasi jalan ini agar
kami lancar membawa peziarah ke sini “, kata Naf’an sopir travel asal Jepara
pada kabare Demak.
Setelah melewati jalan berupa tanah dan batu padas mobil
bisa diparkir di depan SD Bedono I yang cukup luas. Meski masih berupa tanah
padas namun tempat parkir ini bisa menampung puluhan mobil. Ditempat ini para
peziarah turun dan bisa langsung menuju ke makam. Ada beberapa pilihan untuk
menuju makam di tengah pantai ini. Bisa jalan kaki bersama rombongan , bisa
naik ojek sepeda motor , bisa juga naik perahu.
Adapun jika berjalan kaki peziarah tidak dipungut biaya
hanya memasukkan infaq sekedarnya. Jaraknya dari parkiran mobil kurang lebih 1
km. Jika keberatan berjalan peziarah bisa naik ojek sepeda motor , adapun
ongkosnya sekali jalan Rp 7.000,- .
Sedangkan jika ingin naik perahu ongkos ojek perahu ada dua tarip. Jika langsung ke makam Mbah Mudzakir hanya Rp 5.000 , namun jika ditambah mengelilingi dukuh Senik yang tenggelam ongkosnya Rp 10.000.
Sedangkan jika ingin naik perahu ongkos ojek perahu ada dua tarip. Jika langsung ke makam Mbah Mudzakir hanya Rp 5.000 , namun jika ditambah mengelilingi dukuh Senik yang tenggelam ongkosnya Rp 10.000.
“ Monggo kalau langsung ke Makam Simbah hanya Rp 5.000
perorang, tetapi jika berkeliling melihat kampung Senik yang tenggelam
ongkosnya tambah Rp 5.000 jadinya Rp 10.000 sekali jalan”, kata tukang Ojek.
Dengan ongkos Rp 10.000 akhirnya rombongan berangkat ke
dukuh Senik yang kini tinggal kenangan. Saat ini pedukuhan yang dulunya dihuni
218 KK menjadi hutan mangrove dan api-api. Sisa sisa rumah masih terlihat namun
sudah ditinggal penghuninya. Ada juga bangunan masjid yang masih berdiri tegak
namun tenggelam separuh yang sering dilihat oleh peziarah. Setelah berkeliling
10 menit peziarah akhirnya dibawa menepi ke parkiran perahu di Makam Syeh
Mudzakir.
Turun dari perahu peziarah berjalan lagi diatas jembatan
kayu sepanjang 200 meter untuk menuju ke makam ditengah laut ini. Awalnya makam
ini tidak ada atap dan tidak begitu luas . Seiring berjalannya waktu makam
inipun mendapatkan rehap dari ahli waris Mbah Mudzakir yang menjadi pengelola
Makam Keramat ini.
Mbah Mudzakir
sendiri adalah ulama pada masa penjajahan Belanda. Semasa muda, kiai yang lahir
di tahun 1869 itu banyak berguru kepada ulama di berbagai daerah. Setelah
selesai berguru, ia menetap di Tambaksari, Bedono, Kecamatan Sayung, Demak
sekitar tahun 1900 serta menikahi gadis lokal. Di tempat itu, sang kiai mulai
melakukan syiar Islam dengan langkah pertama mendirikan sebuah masjid. Konon,
metode penyampaian agama yang mudah dicerna membuat banyak santri mengaji
kepadanya.
Kemudian setelah
meninggal, Mbah Mudzakir dimakamkan di Dusun Tambaksari, Desa Bedono, Kecamatan
Sayung, Demak. Dusun Tambaksari sendiri merupakan pecahan dari Desa Sayung yang
terkena abrasi pada tahun 1998. Lokasi ini berbentuk pulau yang dihubungkan
oleh jalan setapak sepanjang 700 meter, semacam jembatan yang kanan-kirinya
adalah genangan air laut. (Muin)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar